Krisis Ekonomi 1997
memporak-porandakan perekonomian global.Tidak memandang perekonomian negara
berkembang ataupun negara maju.Walaupun krisis ini lebih populer dikenal dengan
sebutan "KRISIS ASIA",tetapi tidak hanya negara Asia saja yang
terkena dampaknya.Semua terkena dampak dari krisis ini.Yang pada akhinya
berdampak pada menurunnya kualitas kesejahteraan tiap warga negara.Ini disebabkan
sektor moneter tidak pernah,dan tidak akan pernah,lepas kaitan dengan sektor
riil.Karena,bagaimanapun,keberadaan sektor moneter dengan segala kebijakan dan
berbagai lembaga keuangan yang menopangnya tidak bisa berdiri sendiri.Sehebat
dan secanggih apapun sektor ini,pada dasarnya merupakan fasilitator bagi sektor
real.Selanjutnya,kita akan melakukan analisis tentang dampak krisis ekonomi
bagi Indonesia.
PENYEBAB
KRISIS EKONOMI MENURUT IDENTIFIKASI PARA PAKAR :
1.Fenomena productivity gap (kesenjangan
produktifitas) yang erat berkaitan dengan lemahnya alokasi aset ataupun
faktor-faktor produksi.
2.Fenomena diequilibrium trap (jebakan ketidak
seimbangan) yang berkaitan dengan ketidakseimbanagan struktur antarsektor
produksi
3.Fenomena loan addiction ( ketergantungan pada hutang luar negeri) yang berhubungan dengan perilaku para pelaku bisnis yang cenderung memobilisasi dana dalam bentuk mata uang asing (foreign currency)
3.Fenomena loan addiction ( ketergantungan pada hutang luar negeri) yang berhubungan dengan perilaku para pelaku bisnis yang cenderung memobilisasi dana dalam bentuk mata uang asing (foreign currency)
DAMPAK KRISIS EKONOMI BAGI
INDONESIA
Pada Juni 1997, Indonesia terlihat jauh dari krisis. Tidak seperti
Thailand, Indonesia memiliki inflasi yang rendah, perdagangan surplus lebih
dari 900 juta dolar, persediaan mata uang luar yang besar, lebih dari 20 milyar
dolar, dan sektor bank yang baik.
Tapi banyak perusahaan Indonesia
banyak meminjam dolar AS. Di tahun berikut, ketika rupiah menguat terhadap
dolar, praktisi ini telah bekerja baik untuk perusahaan tersebut — level
efektifitas hutang mereka dan biaya finansial telah berkurang pada saat harga
mata uang lokal meningkat.
Pada Juli, Thailand megambangkan
baht, Otoritas Moneter Indonesia melebarkan jalur perdagangan dari 8 persen ke
12 persen. Rupiah mulai terserang kuat di Agustus. Pada 14 Agustus 1997,
pertukaran floating teratur ditukar dengan pertukaran floating-bebas. Rupiah
jatuh lebih dalam. IMF datang dengan paket bantuan 23 milyar dolar, tapi rupiah
jatuh lebih dalam lagi karena ketakutan dari hutang perusahaan, penjualan
rupiah, permintaan dolar yang kuat. Rupiah dan Bursa Saham Jakarta menyentuh
titik terendah pada bulan Septemer. Moody’s menurunkan hutang jangka panjang
Indonesia menjadi “junk bond”.
Meskipun krisis rupiah dimulai
pada Juli dan Agustus, krisis ini menguat pada November ketika efek dari
devaluasi di musim panas muncul di neraca perusahaan. Perusahaan yang meminjam
dalam dolar harus menghadapi biaya yang lebih besar yang disebabkan oleh
penurunan rupiah, dan banyak yang bereaksi dengan membeli dolar, yaitu: menjual
rupiah, menurunkan harga rupiah lebih jauh lagi.
Inflasi rupiah dan peningkatan besar harga bahan makanan menimbulkan kekacauan di negara ini. Pada Februari 1998, Presiden Suharto memecat Gubernur Bank Indonesia, tapi ini tidak cukup. Suharto dipaksa mundur pada pertengahan 1998 dan B.J. Habibie menjadi presiden.
PELAJARAN BERHARGA YANG BISA DITARIK DARI KRISIS EKONOMI
Inflasi rupiah dan peningkatan besar harga bahan makanan menimbulkan kekacauan di negara ini. Pada Februari 1998, Presiden Suharto memecat Gubernur Bank Indonesia, tapi ini tidak cukup. Suharto dipaksa mundur pada pertengahan 1998 dan B.J. Habibie menjadi presiden.
PELAJARAN BERHARGA YANG BISA DITARIK DARI KRISIS EKONOMI
- Perlu pembenahan manajemen pembangunan dan pemerintahan.Bagaimana mungkin,misalnya,kerapuhan struktur pembayaran Indonesia hanya difokuskan pada satu sisi permasalahan yaitu dengan dibentuknya Tim Peningkatan Ekspor.Sepatutnya, pemerintah meninjau permasalahannya lebih dalam lagi,yaitu pada sisi produksi dan distribusi.
- Reformasi sistem pengambilan keputusan.Kalau pemerintah hendak melakukan campur tangan,efektivitasnya sangat ditentukan oleh timing yang tepat dan magnitut yang memadai.
- Diperlukan pengembangan kelembagaan yang menopang peningkatan dinamika perekonomian yang semakin sehat sehingga bisa menekan biaya transaksi (transaction cost).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar